Jumat, 15 Agustus 2014


"Juss! Lo ditunggu sama Bella di taman belakang fakultas." Ucap seseorang sambil berlari menepuk pundak laki-laki tampan yang sedang berjalan di koridor kampus, sibuk menjejalkan headset di telinganya.

Justin, sosok pria tampan, sikapnya yang kalem tak banyak tingkah, dan ramah. Ditambah dengan penampilannya yang selalu menarik. Fisik yang sempurna. Dimuali dari potongan rambut belah samping, matanya yang indah, tatapan yang menyejukkan dan siluet wajahnya yang ah...sempurna.

Pria ini sempat terkejut mendengar bahwa Bella telah menunggunya di taman.

"Bella?" Belum sempat ia menanyakan ada apa, orang itu telah menghilang ditelan tikungan koridor.

Pria ini membuka headset yang menempel pada telinganya. Berjalan agak ragu menuju tempat yang ditunjukkan. Ada apa ini? Tak seperti biasanya Bella ingin menemuinya di taman, beberapa kali ia mengajak Bella untuk bertemu dan beberapa kali itu juga Bella menolaknya, dan sekarang? Apakah Bella berubah pikiran untuk membuka hatinya untuk pria ini. Ya pria ini mengagumi Bella, menyukai lebih tepatnya.

Sempat ia menyatakan cinta pada Bella, namun hanya lewat telpon, karena Bella tak pernah mau diajak bertemu. Daaannn hingga saat ini Bella belum menjawab pertanyaannya.

Dari kejauhan terlihat gadis itu tengah duduk di sebuah bangku. Mungkin saat ini sedang menunggunya, menunggu Justin. Dan dengan langkah mantap ia menghampiri gadis berambut panjang itu nan cantik itu.

"Bell." Ucap Justin kini duduk di samping gadis cantik pujaan hatinya yang tak kunjung ia dapatkan hingga saat ini.

"Ada apa? Tumben?" Tanya Justin canggung dan sangat grogi.

"Hemmm... Maaf pertanyaan lo yang waktu itu belum gue jawab Justt." Bela menggigit bibir bawahnya.

"Gue masih bingung." Lanjut Bella ragu.

"Iya gak apa-apa Bell.
Terus sekarang gimana?" Tanya Justin kini degup jantungnya dag dig dug tak menentu.

"Gue suka sama lo... Tapi... Cuma sebagai temen, gak lebih. Gue gak mau hubungan pertemanan kita rusak gara-gara hubungan 'baru' yang belum tentu membuat kita nyaman. Gue masih mau jadi temen lo. Maaf." Bella ber-alibi, dari pernyataannya yang berputar-putar itu intinya dia menolak Justin.

"Ok, gak masalah." Justin tersenyum menahan retak yang mulai meregang di dadanya.

Bella tersenyum, lalu pergi meninggalkan Justin yang masih termenung, meratapi penolakan Bella yang halus namun sangat menyakitkan. Tetapi tiba-tiba...

'Byur'

Beberapa ember air mengguyur memebasahi tubuhnya.

'Plok...plok...plok...'

Bau amis beberapa telur menghantam kepala dan punggungnya kini.

'Prash'

Taburan terigu dari samping kanan dan kiri, membuat tubuh Justin menjadi seperti pisang bertabur terigu yang siap digoreng.

"Happy birth day Iqbaal
Happy birth day Iqbaal
Happy birth day
Happy birth day
Happy birth day Iqbaal"

Dengan mata yang kabur karena terigu yang juga menyelubungi wajahnya, Justin menatap samar. semua teman sekelasnya mengelilinginya kini, ditambah beberapa kakak kelas dan adik kelas, fans-fans Justin. Deretan paling depan terlihat Ryan dan Chaz yang ia yakini dalang dari acara konyol ini.

"Selamat ya."Semua riuh memberi ucapan pada Justin, kado-kado menumpuk di simpan di atas bangku yang ia duduki tadi.

Acara itu membuat taman belakang ini riuh seketika dengan beberapa tamparan dan pukulan yang mendarat pada pipi Iqbaal yang merupakan ucapan atas bertambah umurnya, agar lebih berkesan (berkesan kesakitan ).

Tiba-tiba dengan paksa semua memboyong Justin ke kantin dipimpin oleh Ryan dan Chaz, kini mereka mengambil semua makanan semaunya. Justin yang masih berlumuran tepung kelimpungan melihat kelakuan semua teman-temannya yang seenaknya mengambil makanan di kantin dan menunjuk Justin untuk membayarnya. Mungkin kini seluruh makanan di kantin telah habis dilibas teman-teman jahilnya.

Satu jam berlalu diakhiri Justin yang semakin frustasi. Uang makannya selama satu bulan terkuras habis, habis dalam satu hari ini di tanggal 1 Maret, lebih tepatnya habis dalam satu jam tadi. Malangnya nasib pria ini. Namun tak hanya sampai di situ...

Dengan sikat dan sabun mandi yang baru saja dibelinya Iqbaal melangkah lemas menuju toilet yang terletak di dalam gedung fakultasnya.
Sambil membersihkan badannya Iqbaal menunggu Ryan dan Chaz yang membelikannya kaos dan celana baru.

"Justt." Setengah jam kemudian Ryan menggedor pintu toilet.

"Ya, mana?" Justin membuka pintu toilet menjulurkan tangan kanannya keluar.

  Ryan dan Chaz menyerahkan baju dan celana baru untuk Iqbaal sambil cekikikan menangkupkan telapak tangannya agar tidak terdengar Justin. Diraihnya baju dan celana yang baru saja mereka beli.

"Heh sarap!!! Gue gak mesen kaos pink kan! Celananya lagi! Gila kali ya cuma kolor begini? Lo berdua kenapa hah! Ini masih jam 4, di kampus masih rame! Jangan main-main!!!" Justin benar-benar sudah muak dengan tingkah kedua temannya itu.

  Ryan dan Chaz tak menjawab, hanya cekikikan mendengar kemarahan Justin yang meledak-ledak. Dengan segera mereka meninggalkan Justin menuju parkiran.

"Keterlaluan lo berdua!" Justin menghampiri Ryan dan Chaz yang sudah duduk di atas motornya masing-masing. Dengan muka memerah Justin menatap kedua temannya ini.

Kedatangan Juatin seketika membuat tawa Ryan dan Chaz meledak. Pria tampan dengan rambut basah, kaos pink, dan kolor sebatas lutut.

"Gue harus muter-muter lewat gerbang belakang tau ga! Tapi tetep aja gue kepergok orang-orang waktu lewat masuk parkiran! Ga usah begini dong bercandanya! GaK lucu tau gak!" Justin makin meledak-ledak dengan tingkah konyol kedua temannya ini.

"Kalo gue gak inget lo berdua temen gue! Mungkin nalar gue udah ilang dan sekarang lo berdua udah ada di sini!!!" Justin menunjukkan kepalan tangannya, semakin emosi dirinya diperlakukan seperti itu.

"Ya ampun Justt, kagak ada lagi baju di sana cuma itu, terus duit lo gak cukup buat beli celana yang bagusan, cukupnya beli kolor doang." Ucap Chaz menahan tawanya.

"Ya kan bisa pake duit lo berdua dulu! Nanti juga gue ganti!" Justin membentak dan melotot.

"Oh iya, lupa.
Kok gak kepikiran ya?" Ucap Ryan dengan wajah tak berdosa.

"Alesan!" Justin mulai menaiki motornya.

"Oh iya, jawaban Bella tadi... Itu bagian dari skenario bukan?" Tiba-tiba masih dengan wajah marahnya Justin mengingat pernyataan Bella yang menolaknya.

"Gak tau." Ryan dan Chaz saling lempar pandang mengangkat kedua bahunya.

"Tapi tadi gue gak nyuruh apa-apa. Gue cuma nyuruh dia nunggu lo di taman supaya lo mau dateng ke taman. Udah itu doang gue gak nyuruh apa-apa lagi." Ucap Chaz memakai helmnya.

"Berarti itu bukan skenario dong ?" Tanya Ryan kembali mencoba memancing amarah Justin.

"Ssshhh..." Justin mendengus memiringkan bibirnya.

'BRUM...BRUM...'

  Ryan dan Chaz menarik gas motor dalam posisi gigi normal. Justin memasukkan kunci motornya dengan kesal, lalu menstarter motornya. Tapi... Tak ada reaksi. Apa-apaan ini, beberapa kali ia mencoba men-starter motornya tapi tak terdengar suara seperti biasa.

"Kenapa nih?" Justin mulai panik.

"Wah Justt kenapa? Ban motor lo juga kayaknya kempes tuh." Ucap Ryan masih menahan tawanya menunjuk ban motor Justin yang benar-benar sangat layu tak berangin.

"Jangan cari gara-gara lagi sama gue ya!!! Kesabaran gue udah mulai abis nih!!!" Justin kembali membentak dan melotot ke arah dua temannya itu.

"Uuuu... Atuut." Ucap Chaz dan Ryan saling melirik. Dengan sekali tarikan kedua makhluk itu melesat meninggalkan Justin dengan lambaian tangannya.

"Sialan!!!" Justin sibuk mengutuk kedua temannya itu, sungguh keterlaluan mereka hari ini.

Benar-benar saat ini ia ingin teriak sekencang-kencangnya. Mengeluarkan semua kekesalan yang membengkak di dadanya kini. Benar-benar muak ia dengan hari ini. Tuhan, hari ulang tahun yang benar-benar sangat menyebalkan, jika saja ia bisa merubah hari ulang tahunnya, ia ingin berdoa untuk tidak di lahirkan pada hari ini.

Dengan malas ia mendorong motor di samping kanannya. Tak henti menggerutu, sesekali berhenti dan menurunkan standar motornya karena pegal. Bukan pegal karena ia lemah, tapi karena bodi motor ninjanya yang sangat besar dan berat sehingga dibutuhkan keseimbangan yang benar-benar ekstra untuk mendorongnya agar tidak mengakibatkan ia terjatuh tertarik motornya ke samping kanan.

"Hah? Gak bisa diambil sekarang ?" Justin mondar-mandir mengikuti langkah si montir.

"Kagak bisa . Lagi penuh." Ucap si montir santai sambil sibuk mengotak-atik motor lain.

  Justin memutar bola matanya. Cobaan apalagi ini Tuhan? Jika saja ada bengkel lain di sekitar kampusnya selain disini mungkin ia sudah membawa motornya dari tadi ke tempat itu. Tapi karena bengkel ini adalah bengkel satu-satunya yang berjarak dekat dengan kampusnya, mau bagaimana lagi?
Justin harus menerima nasib, pulang naik bis menggunakan kaos berwarna pink terang, kolor hitam selututnya, serta sepatu catsnya. #gakbanget

'Liat aja nanti pembalasan dari gue!' batinnya sudah manggelembung menahan kesal.

"Nitip helm !" Justin menyimpan helm di atas motornya, lalu melangkah pergi keluar dari bengkel.membenarkan posisi tas di punggungnya yang penuh berisi kado-kado dari teman dan penggemar-penggemarnya. Entah apa isi semua ini Justin tak tahu. Ingin rasanya ia membuang kado-kado yang membuatnya ribet saat ini.

***

Dari kejauhan ia mengintip keadaan halte bis.

'Cukup aman.' Karena halte bis saat ini tak begitu ramai. Bisa dibilang sepi.

  Justinmelangkah perlahan, menengok ke arah kanan-kiri takut ada seseorang mengenalnya. Menutup senagian mukanya dengan hadangan telapak tangannya di samping wajahnya.

Sesampainya di sana, terlihat seorang gadis yang sudah lebih dulu duduk di bangku halte yang sepi itu. Justin tak begitu menghiraukannya, karena sepertinya gadis itu juga tak menghiraukan kedatangannya, masih sibuk dengan tatapan kosongnya. Sepertinya gadis itu sedang patah hati batin Justin sok tahu.

  Justin duduk di sebelah gadis tersebut, tapi ternyata keberadaan Justin di sampingnya tak membuat gadis itu melirik sedikitpun ke arah Justin. Tak sadar kah ia dengan gaya berpakaian Justin yang cukup aneh ini? Bahkan sangat aneh.

'Tap...tap...tap...'

Satu orang pria dewasa datang dan duduk di bangku halte tersebut sempat melirik Justin dan menangkupkan telapak tangan di mulutnya. Justin tahu pria itu menertawakannya. Tak berapa lama datang lagi beberapa orang wanita yang kembali menatap Justin aneh.

Selang beberapa menit siswa-siswi SMA bergerombol datang menghampiri halte ini, dan responnya masih sama, Justin seperti bahan hiburan bagi orang-orang ini. Dan kemudian, kemudian, kemudian, halte ini sesak dipenuhi orang-orang yang sedang menunggu bis.

Ia baru menyadari bahwa ini waktunya orang-orang kantor pulang kerja. Jika saja ada sisa uang yang cukup untuk naik taxi mungkin Justin tidak akan melakukan hal bodoh ini, memepermalukan dirinya sendiri.

'Tuhaaaannn.' Ingin rasanya Iqbaal kabur, lari sekencang-kencangnya saat ini.

Diliriknya gadis yang sedari tadi duduk di sampingnya yang masih tak bergeming, tak inginkah ia tertawa seperti orang-orang yang berada di halte ini? Yang menatap Justin dengan tatapan-tatapan penghinaannya?

"Aneh." Desis Iqbaal sedikit melirik ke arah gadis di sampingnya itu.

"Hks...hks..." Gadis itu terisak masih dengan tatapan lurusnya, tatapan yang terlihat kosong.

"Hks...hks..." Kembali isak tangis gadis itu terdengar lebih kencang dari sebelumnya.

Semua menatap heran. Mungkin aneh dengan tingkah gadis itu yang tiba-tiba menangis di depan umum seperti itu. Tapi... Tapi....
Tatapan mereka kini tertuju pada Justin, pria yang sedari tadi duduk di samping gadis itu.

  Justinmemutar kepalanya, benar saja. Semua tatapan orang-orang di halte ini tertuju padanya. Apa maksudnya ini? Apa mereka semua mengira Justin yang membuat gadis itu menangis. Terlihat semua orang berbisisk-bisik. Membuat Justin merasa semakin gelisah dan semakin gila.